Normal yang Baru (Catatan di Tengah Pandemi)

Normal yang Baru (Catatan di Tengah Pandemi)

Alien maskeran
Usai berganti baju, saya meraih masker berwarna hitam yang baru saja kering. Mengambil selembar tisu dan memasukkannya ke bagian dalam sebagai filter tambahan. Masker saya kini menjadi dua lapis. Saya kemudian mengenakannya menutupi hidung dan mulut lalu berjalan ke arah pintu keluar kos. Fithrah, teman sekelas saya waktu SMA yang kini tinggal di kosan yang sama sudah menunggu di teras. Hari ini kami berencana ke salah satu minimarket untuk berbelanja kebutuhan harian. Dekat saja, terjangkau berjalan kaki.

Ada pemandangan berbeda selama perjalanan. Salah satu gang kecil di sebelah kiri jalan telah ditutupi dengan bangku kayu panjang. Gang kecil yang hanya bisa dilalui maksimal kendaraan roda dua itu telah menerapkan lockdown. Ada peringatan wajib mengenakan masker ditulis dengan cat merah di atas bangku panjang itu. Beberapa langkah ke depan, warung-warung makan meski masih tetap buka kini dilengkapi peringatan tidak melayani makan di tempat. Hanya boleh bungkus. Kursi-kursi di dalamnya telah tersusun di atas meja tanda tidak ada pengunjung yang makan di dalam.

PSBB
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta telah berlaku mulai tanggal 10 April 2020. Sejak berlakunya PSBB, wajah ibukota berubah. Halte-halte bus Transjakarta yang biasanya penuh oleh manusia mendadak kosong. Begitupun dengan moda transportasi massa lain. Layanan ojek daring juga sudah dibatasi operasionalnya, mereka tidak lagi boleh mengambil penumpang. Hanya boleh melayani pengiriman barang dan makanan. Mall-mall perbelanjaan kosong, toko-toko tutup, hanya sektor-sektor tertentu yang boleh tetap beroperasi. Tidak ada Jakarta yang hituk pikuk. Tidak ada Jakarta yang ramai dan sibuk berkejaran dengan waktu. Tidak ada Jakarta yang saya kenal satu tahun ini.

Usai mengambil barang belanjaan, kami mengantre dengan pembeli lain dengan jarak tidak boleh kurang dari satu meter. Di lantai ditempeli lakban hitam sebagai penanda jarak minimal. Saya menyerahkan barang dan sejumlah uang kepada kasir melalui semacam tirai yang terbuat dari plastik tebal yang berfungsi sebagai pembatas antara pembeli dengan kasir.

Work from Home
Kantor tempat saya bekerja juga sudah menerapkan Work From Home sejak lebih kurang dua bulan lalu. Briefing mingguan yang biasanya dilaksanakan di ruang manager berganti menjadi video conference dari rumah masing-masing. Hari Jumat besok juga menjadi Jumat kedelapan saya tidak melaksanakan salat Jumat di masjid.

Tipikal-tipikal orang di tengah pandemi Covid-19 ini bermacam-macam bentuknya. Ada yang masa bodoh tetap beraktivitas dan berkumpul seperti biasa meski dilarang, adapula yang cukup ekstrem dengan berbelanja ke pusat perbelanjaan dengan mengenakan hazmat lengkap.

Belanja pakai hazmat
Warga berbelanja mengenakan hazmat. Gambar: Merdeka.com
Ketakutan ini terjadi bukan tanpa alasan, angka positif Covid-19 terus meningkat setiap hari. Data terakhir dari Kompas.com per 7 Mei 2020 menunjukkan sudah lebih dari 12.000 kasus terkonfirmasi dengan jumlah kematian telah mencapai 930. Angka yang terus bertambah diperparah dengan HOAX yang tumbuh subur. Ini juga menjadi topik yang menjadi pembahasan saat reuni digital via aplikasi video conference dengan alumni Pascasarjana Ilmu Komunikasi tempo hari. Berita-berita clickbait dengan sumber yang tidak bisa dipertanggungjawabkan tidak didukung oleh literasi digital masyarakat sehingga berita-berita hoax ini menyebar dengan sangat cepat mengaburkan informasi yang perannya di tengah pandemi tentunya sangat penting.

Video conference
Reuni digital dengan teman kuliah
Video conference menjadi obat rindu di kala pandemi. Bertukar kabar satu sama lain. Di masa seperti ini, video conference menjadi interaksi paling dekat dengan tatap muka. Suka atau tidak suka.

"Ternyata butuh pandemi baru kita video call seperti ini", kata Ical yang kini dosen di Universitas Muhammadiyah Buton. Sejak lulus kami memang sudah sangat jarang berinteraksi selain melalui WhatsApp group karena sudah berpencar. Ical dan Fajar ke Buton, Rifah ke Kolaka, Fheny ke Kalimantan, Maya kembali ke Gorontalo, dan kakak-kakak PNS peserta beasiswa Kominfo telah kembali bertugas ke instansi masing-masing.

Sama geng SMA dengan tema tebak tayangan jadul
Sama alumni PMR SMAN 5 Makassar
Bersiap tidak mudik (lagi)
Larangan mudik dari pemerintah sebetulnya sudah terbit April untuk mencegah penularan pandemi. Penerbangan penumpang pun sempat dilarang hingga 1 Juni meskipun tadi kabarnya larangan ini telah melonggar dengan dibukanya lagi seluruh transportasi massa termasuk penerbangan. Plin plan.

Pun begitu, saya memang sudah berencana untuk tidak mudik saat lebaran ini mengingat daerah tempat tinggal saya di sini termasuk zona merah. Imbauan untuk tidak bepergian keluar kota dari kantor juga sudah terbit jauh sebelum dilarang oleh pemerintah. Dengan begitu, lebaran 2020 nanti akan resmi menjadi lebaran kedua saya tidak pulang ke Makassar. Sejak meninggalkan Makassar untuk pelatihan masuk kerja sejak September 2018 lalu, saya memang belum pernah pulang. Sedih karena justru setelah mendapatkan jatah cuti, malah tidak bisa digunakan untuk pulang kampung. Soal rindu jangan ditanya, entah sudah berapa kali terbawa mimpi pulang ke rumah.

Masa sulit
Saya sehat, Alhamdulillah. Ini adalah masa yang sulit untuk kita semua. Namun di antara masa sulit itu senang melihat di internet masih banyak sesama manusia yang saling bantu. Mengumpulkan sumbangan dan memberikan donasi berupa makanan kepada orang-orang yang kehilangan nafkah di jalan. Adapun manusia berkelakuan burung bangkai yang menimbun masker medis dan menjual dengan harga melangit di awal pandemi mulai terkena getahnya, mereka mulai kesulitan mencari pembeli karena kini semua orang telah beralih mengenakan masker kain. Alamat tidak balik modal.

Memang ada-ada saja orang yang memanfaatkan segala kesempatan di kesempitan ini. Ada yang menimbun masker, ada yang menimbun hand sanitizer, belakangan muncul pula nama Ferdian Paleka. Soal nama terakhir ini pantas mendapatkan kategorinya sendiri karena alih-alih membantu sesama, dia malah melakukan prank memberikan "donasi" berisi sampah kepada waria di jalan.

Normal yang baru
Selesai berbelanja di minimarket, kami singgah sebentar mengambil laundry-an yang di sebelahnya ada counter pulsa bertuliskan kuota 30Gb gratis masker.

Cuci tangan sebelum masuk kosan
Wajib cuci tangan sebelum masuk kosan
Sesampai di kosan kami disambut peringatan wajib mencuci tangan sebelum masuk kos. Saya dan Fith mencuci tangan bergantian. Sampai kamar, saya langsung merendam belanjaan dan pakaian ke dalam larutan deterjen dan segera mandi.

Sampai pandemi ini selesai, ini adalah normal yang baru.
***
Jakarta, 8 Mei 2020.
Sebelum sahur 14 Ramadan 1441.
Normal yang Baru (Catatan di Tengah Pandemi)
4/ 5
Oleh

3 komentar

  1. Nice post, kak ty.

    Btw maskernya merk mustika ratu atau viva kak?

    BalasHapus
  2. aaiihh.. jadi anak ibu kota mi ternyata Tyar, hihi.. baru kerasa nyamannya (pulang) kampung pas merantau iya gak? hihi.. semangaaatt!

    BalasHapus

Halo! Terima kasih sudah meninggalkan komentar. Mohon maaf untuk sementara, komennya saya moderasi dulu ya karena banyaknya komen spam yang masuk.
EmoticonEmoticon