(Kegalauan Blogger) Antara Aku, Gue, dan Saya


Beberapa tahun yang lalu ketika pertama kali memulai blogging, saya selalu bingung untuk memilih kata subjek yang tepat untuk menggantikan subjek dari orang pertama, dan kayaknya ini adalah hal yang juga membingungkan untuk semua orang. Termasuk Kamu barangkali. Termasuk aja ya? Biar kita kompak. Biar kita jodoh.

Belakangan ini, saya lebih sering menggunakan kata, "saya", karena menurut saya, "saya" itu bersifat lebih netral. Tidak terlalu asam namun juga tidak terlalu basa. Kadang-kadang kalau lagi mau, saya pakai "aku", yang lebih formal tapi kesannya tetap gaul. Soalnya biasanya yang pakai aku-kamu itu kan dua orang yang saling suka satu sama lain. Kayak aku sama kamu.

Pernah. Pernah saya menggunakan kata, "gue" karena rupanya itu terdengar gaul dan lebih universal di Indonesia. (Etapi Universal-nya di Indonesia doang mah bukan universal ya?). Lanjut! Sampai akhirnya saya memutuskan untuk berhenti menggunakan kata "gue" di postingan karena menurut saya, itu cukup maksa. Salah satu alasannya karena saya orang Bugis-Makassar. Jadi rasanya agak aneh kalau saya menggunakan kata "gue" yang ke-Indonesia Bagian Barat-an. Saya baru menggunakan kata "gue" kalau balas komentar atau meninggalkan komentar di blog orang. Soalnya kata banyak orang, kata "gue" itu lebih bisa diterima sama banyak orang. Katanya, "saya" itu terdengar terlalu formal dan bikin orang merasa segan. Keseganan adalah salah satu kendala dalam membangun komunikasi dengan orang lain. Itu saya pelajari di ruang kuliah. Mengagetkan ya? Saya pernah kuliah.

Nah kalau ada yang tanya mana yang lebih baik antara "saya", "aku", atau "gue", itu jawabannya akan balik ke bloggernya masing-masing. Mau menciptakan kesan yang seperti apa sama pembacanya. Di kalangan teman-teman saya di blogger personal, biasanya mereka menggunakan kata "gue" karena di blog personal mereka lebih bernuansa komedi, dan kata "gue" adalah yang dirasa paling dekat sama komedi.

Iya, kadang-kadang saya juga menulis postingan dengan menyisipkan humor. Humor itu bagus. Bergizi dan disukai kalangan muda-mudi maupun orangtua. Menurut saya sih sederhana, untuk menulis komedi, kita tidak selalu perlu untuk menyalahi kaidah bahasa Indonesia yang benar. Mudah-mudahan sih begitu.

Nah, saya akan menuliskan dua paragraf pendek dengan tiga subjek berbeda. Meskipun intinya sama, kesan yang ditangkap bisa berbeda tergantung dari pandangan dan pengalaman audiensnya. Ini kisah waktu semalam saya memecahkan gelas di meja makan. Enjoy :)

***
Apa yang bikin rumah ramai tadi selepas maghrib? Itu karena aku yang mendorong baki makanan tanpa melihat ke sisi sebelah meja. Satu buah gelas ikut terdorong lalu jatuh ke lantai. Pecah. Aku harap tadi Dian Sastro benar-benar datang. Sayangnya tidak. Dian Sastro tidak benar-benar datang. Mungkin karena sedang berlari ke hutan. Apa apa dengan cinta?

Mungkin karena Aku bukan Rangga, dia tidak datang, yang ada malah Aku yang jadi sibuk mengumpulkan pecahan-pecahan gelas supaya tidak melukai kaki siapapun yang lewat nanti di sana. Seperti aku mengumpulkan pecahan-pecahan alasan aku suka padamu supaya tidak melukaimu yang selalu bertanya kenapa.

 ***
Apa yang bikin rumah ramai tadi selepas maghrib? Itu karena saya yang mendorong baki makanan tanpa melihat ke sisi sebelah meja. Satu buah gelas ikut terdorong lalu jatuh ke lantai. Pecah. Saya harap tadi Dian Sastro benar-benar datang. Sayangnya tidak. Dian Sastro tidak benar-benar datang. Mungkin karena sedang berlari ke hutan. Apa apa dengan cinta?

Mungkin karena Saya bukan Rangga, dia tidak datang, yang ada malah saya yang jadi sibuk mengumpulkan pecahan-pecahan gelas supaya tidak melukai kaki siapapun yang lewat nanti di sana. Seperti saya mengumpulkan pecahan-pecahan alasan saya suka padamu supaya tidak melukaimu yang selalu bertanya kenapa.

***
Apa yang bikin rumah ramai tadi selepas maghrib? Itu karena gue yang mendorong baki makanan tanpa melihat ke sisi sebelah meja. Satu buah gelas ikut terdorong lalu jatuh ke lantai. Pecah. Gue harap tadi Dian Sastro benar-benar datang. Sayangnya tidak. Dian Sastro tidak benar-benar datang. Mungkin karena sedang berlari ke hutan. Apa apa dengan cinta?

Mungkin karena gue bukan Rangga, dia tidak datang, yang ada malah gue yang jadi repot mengumpulkan pecahan-pecahan gelas supaya tidak melukai kaki siapapun yang lewat nanti di sana. Seperti gue mengumpulkan pecahan-pecahan alasan gue suka sama dia supaya tidak melukai dia yang selalu bertanya kenapa.

***

Bemana? Sudah memutuskan mau pakai yang mana? Kamu sepakat sama saya? Atau Kamu ada pandangan lain? Tulis di komentar ya :)