(Foto + Video) Hilang di Semarang

(Foto + Video) Hilang di Semarang


Postingan ini telat berbulan-bulan. Untungnya tidak ada yang lahir dari ketelatan itu.

Hei, Aliens! Whaddup?
Belakangan ini saya rajin bangun pagi. Menurut saya, laki-laki yang bisa bangun pagi itu keren. Seharusnya kamu juga berpikir seperti itu supaya paling tidak, kamu bisa bilang saya keren. Karena kebiasaan bangun pagi yang belakangan ini dipaksakan oleh mace (nyokap) dan pace (bokap) ini, perubahan yang paling saya rasakan Alhamdulillah saya bisa menganggur lebih pagi.

Bulan Juni kemarin (ditulis kemarin supaya kesannya belum terlalu lama), Saya dan anak-anak PMR SMAN 5 Makassar dapat kesempatan untuk jalan-jalan ke Semarang untuk ikut lomba PMR tingkat nasional di sana. Sebenarnya bukan "dapat kesempatan" juga, karena untuk bisa ke sana rupanya tidak gampang, butuh perjuangan.

Bukan perkara gampang untuk mencari dana minimal 8 juta dalam kurang dua bulan persiapan dan pada saat yang sama juga harus mengurus kesiapan lomba peserta. Dana itu tentu saja untuk bayar transportasi ke sana dan pulang ke sini. Yang penting bisa sampai dan pulang. Soal makan selama di sana, itu urusan belakangan. Kami bisa berburu dan meramu. Total dana yang dibutuhkan diperkirakan 8 juta, itu artinya dalam sebulan kita harus mencari dana kurang 4 lima juta. Seimbang dengan gaji karyawan swasta manajemen menengah. Dari mana anak SMA bisa dapat dana segitu?

Iya, kami ikut pesugihan.

Saya, Harda, dan Rahmat didaulat menjadi pendamping peserta dan peserta yang ikut ke sana jumlahnya enam orang dan semuanya cewek. Gawat.

Sebelum berangkat narsis dulu di Bandara, jam 4 subuh
Perjalanan ke Semarang ditempuh dengan naik pesawat dari Bandara Sultan Hasanuddin ke Bandara Djuanda di Surabaya, lalu melanjutkan dengan perjalanan darat dari Surabaya ke Semarang. Di Semarang, sudah ada mobil yang disiapkan oleh salah satu alumni yang tinggal di Surabaya sana untuk mengantar kami ke Semarang. Mantap dan Beres!

Yey, Naik Pesawaaaattt! *norak deh. Ada Harda sama Rista juga
Keberangkatan berjalan lancar sesuai dengan rencana, Pak Topek, supir mobil yang sudah didaulat untuk mengantar kami ke Semarang juga sudah menunggu di bandara Djuanda. Selebihnya, tinggal foto-foto dengan ceria.

Keceriaan itu semuanya berubah ketika negara api menyerang. Sesampai di Bandara Djuanda, kami menunggu di bagasi dengan tenangnya. Ketenangan kami berubah gelisah ketika penumpang pesawat barusan tinggal kami yang barangnya belum datang. Perasaan kami mulai tidak enak dan rupanya benar, bagasi kami ketinggalan di bandara Sultan Hasanuddin Makassar. Kami dan barang-barang yang seharusnya dibawa kini dipisahkan oleh lautan yang dalam dan kebiruan.
Aduh bagaimana ini? Deodoran kami kan ada di dalam tas?! Bagaimana nasib ketiak-ketiak kami tanpa deodoran?

Dengan koordinasi yang baik dari pihak pelayanan bagasi, bagasi kami bisa diikutkan di pesawat lain. Mungkin diikat di ban pesawat lain yang sedang menuju kemari, entahlah. Itu bukan urusan kami. Konsekuensinya, kami harus menunggu di bandara hingga berjam-jam. Hambatan ke dua datang dari mobil yang sudah disiapkan rupanya tidak muat yang akhirnya mengharuskan Kami untuk mencari minibus yang bisa memuat 8 orang dengan barang bawaan masing-masing orang berjumlah dua tas.

Untungnya, Pak Topek, supir yang didaulat ini hapal setiap jalan di Surabaya. Saking hapalnya, saya yakin dia bisa bawa mobil keliling Surabaya dengan tutup mata. Fiuh, akhirnya kami menemukan travel dengan harga dan layanan yang pas. Ber-AC, supirnya baik pula, namanya Mas Firman, masih muda dan sepertinya cinta betul sama pekerjaannya. Baik dan ramah pula. Berbekal Antimo masing-masing satu tablet perorang, Kami siap menempuh perjalanan darat yang ternyata akan memakan 12 jam perjalanan dan jalan-jalan meliuk ini. Selebihnya, tinggal foto-foto dengan ceria.

Soal makan selama perjalanan? Tenang, Ocha', salah satu peserta punya tas seberat 5 kg yang isinya snack semua. Serius, 5 kg. Kami tahu karena kami memeriksa berat masing-masing tas yang akan kami bawa untuk menghindari overweight bagasi -______-"`
 
Oh iya, kami peserta pertama yang sampai ke kampus UNNES, peserta yang lain belum ada yang datang. Malam pertama begitu tiba di kampus UNNES, kami sepakat untuk menjaga image, harus jadi kalem, karena Orang Jawa itu kan anaknya kalem-kalem, beda sama orang-orang di Sulawesi Selatan, yang kalau teriak suaranya bisa kedengaran sampai dua bukit.

Jadi, untuk mengimbangi kekaleman orang-orang Jawa di sini, kami juga harus kalem.

Oh iya, sebelum lanjut, yang ikut ke sana ada Saya sama Harda (pendamping), Zaitun, Ocha', Rista, Rasna, Retno, dan Egi (peserta).

Kami sepakat untuk jadi kalem dan tenang, meskipun kesepakatan itu harus dilanggar dengan indahnya begitu subuh tiba. Bagaimana tidak, ketika bangun, rupanya peserta lain sudah ada juga yang datang, dari Bandung dan dari Yogya yang pesertanya banyak cewek-cewek, pantas semalaman tadi Harda tidak tidur. Ada modusnya.

Kesepakatan itu pertama kali dilanggar Zaitun yang dengan cantiknya dibangunkan dengan cara yang aneh oleh Egi: Dipukul sambil teriaki, "ONTA! BANGUN!", lalu dilempar powerbank, "Itu ada telepon dari mama kamu!". Dengan cantiknya pula, Zaitun meraih Powerbank yang dilemparkan lalu mendekatkan ke telinganya seolah-olah itu benar-benar telepon. Dengan cantiknya lagi, ia ngobrol dengan powerbank "Iya, Ummi? Kenapa?"

Selanjutnya? Bukannya bangun, Zaitun malah menarik Egi untuk kembali tidur sambil dikekang erat supaya tidak bisa bangun yang kontan menarik perhatian peserta-peserta lain. Rencana untuk jaim sepanjang lomba sudah gagal di subuh pertama.

Harda dan Girlbandnya berjalan menuju lokasi registrasi
Setelah registrasi langsung lanjut tidur -_____-"
Selanjutnya, biar foto yang bercerita :D

Dibantu Ocha' membaca dan mengoreksi naskah Princess Tandampalik untuk lomba Story Tellingnya Rista
Tiba-tiba ada Ilmi (Jilbab hiam) yang kuliah di Yogya datang menemani
Lomba pembuatan media Pendidikan Remaja Sebaya
Hari ke dua, Kami langsung siap-siap untuk mengikuti lomba Arak-arak budaya. Di sini, seluruh peserta menunjukkan pesona budaya daerahnya. Kami sudah menyiapkan bajo bodo khas Sulawesi Selatan. Repotnya adalah, untuk mengenakan baju bodo, harus disertai dengan make-up yang total, di sini, keraguan saya dengan kewanitaan peserta-peserta bertumbuh. Semua pesertanya cewek, tapi tidak ada satupun yang bawa alat make up. Lha? Akhirnya yang dipakai adalah alat make up seadanya, sampai pakai gel rambut cowok segala.

Dandan dan Harda yang belum bangun. Siapa suruh semalam ngemodus sendirian!
Rispun pake Gel rambut cowok
Dandan selesai! Jeng jeng!

Tetap kayak preman pake bedak -____-"
Keraguan saya perihal ke-cewek-an peserta-peserta ini berlanjut ketika lomba mulai berlangsung. Lomba arak-arak budaya mengharuskan pesertanya berjalan di sekeliling kampus UNNES melewati jalan-jalan umum sejak pagi hingga menjelang siang. Peserta Makassar ini, dengan perkasanya memutuskan untuk tidak mengenakan alas kaki karena alas kaki dan bajo bodo (pakaian tradisional perempuan Sulawesi Selatan) memang tidak cocok dikenakan bersamaan. Jadilah mereka menelusuri jalan-jalan aspal yang mulai panas itu dengan bertelanjang kaki. Alhasil, alas-alas kakinya hilang karena ditaruh sembarangan sebelum lomba dimulai.

Para preman perkasa
Jangan lupa foto-foto narsis
Oh iya, rata-rata, peserta sekolah lain didampingi oleh ibu/bapak gurunya masing-masing. Hanya beberapa peserta yang didampingi oleh alumninya. Hal ini, tentu saja membuat kami sukses menjadi awet muda. Paling tidak jika dibandingkan dengan pendamping-pendamping dari sekolah lain. Jadi mafhum saja, jika teman bergaul kami selama di sana adalah anak-anak muda, yang muda pada zamannya masing-masing

Ikut pelatihan Veltikultur
Bersama teman angkatan -_____-"
Ngomong-ngomong soal menjadi pendamping, kita harus bisa multitalent, kita harus siap mengurusi semua keperluan peserta selama lokasi lomba dari soal makan peserta yang ribet, karena permintaannya aneh-aneh. Rista dan Ocha minta dibelikan keong (iya, keong), dan Egi yang minta dibelikan bebek, untungnya Zaitun tidak minta dibelikan punuk onta goreng korma mentega. Selain itu, kita juga harus menyiapkan pelengkapan masing-masing lomba, pelatihan, dari latihan pertolongan pertama hingga menari, dan dalam beberapa kesempatan, harus bisa semahir karyawan salon.

Hal ini terjadi ketika sore sebelum lomba UNNES Mencari Bakat (UMB), di sini, peserta ditantang untuk menunjukkan bakat yang dimilikinya. Kami sepakat untuk menunjukkan tarian 4 etnis asal Sulawesi Selatan (dan Sulawesi Barat): Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja. Kami sudah menyiapkan tarian ini dan sudah latihan sehari sebelum berangkat :|

Akhirnya pendamping memutuskan untuk menculik peserta ke taman sekitar aula untuk latihan menari.

Ada Penyusup di belakang
Malamnya, giliran kelelakian para pendamping yang diragukan. Rahmat yang berangkatnya menyusul dari Makassar membawa kostum baju bodo yang lebih "wah" dari sebelumnya, lengkap dengan aksesorisnya. Full asesoris. Gawat. Peserta-peserta ini, berarti, harus dandan sekali lagi, lebih total lagi. 

Untungnya, kami bertetangga dengan SMAN 1 Jepara yang baik. Mereka menawarkan meminjamkan alat make-up dan jasa untuk memake-up peserta-peserta asal Makassar. Yess! Kelelakian kami Terselamatkan! Peserta juga selamat, tidak usah pakai gel rambut laki-laki lagi.

Thank You, SMANSARA :3
Well, ternyata tidak selamat sepenuhnya. Iya, kami masih harus memakaikan asesoris.
Nah, sudah mulai mirip cewek
Dan oh, yang namanya remaja ya, kalau diikutkan di kegiatan seperti ini, pasti ada saja hal-hal unyu yang terjadi. Yah, kalian tahulah apa yang kami maksud. Masa' iya di antara 45 sekolah yang ikut itu tidak ada yang saling tertarik satu sama lain. Kami sebagai pendamping yang pengertian tentu saja tidak melarang karena ini sudah soal perasaan, yang penting bisa mandiri, jaga diri sendiri dan tetap fokus. *pencitraan* *padahal waktu itu melarang*.

Faktanya, sebenarnya peserta inilah yang tidak pengertian sama pendamping. Buktinya, baru liat kita ngomong sama cewek dari sekolah lain, pandangannya berubah menjadi jahat sekali. Tidak boleh kata mereka, dilarang ngemodus. Lha? Ini kenapa jadi pendamping yang dijagai? Bukti lainnya, nah Harda ini, dia ternyata suka sama salah satu peserta dari sekolah lain. Dan kayaknya cewek yang disukai sama Harda itu juga suka suka sama Harda.

Sayangnya, cewek yang disuka sama Harda ini ternyata kenal sama Rista karena mereka ikut cabang lomba yang sama. Dengan sepenuh hati, Rista malah melarang dan menghalangi hubungan itu menjadi lebih jauh. Kasian sama cewek itu katanya *puk puk Harda*. Jadi, selama di lokasi lomba, kami yang notabene pendamping tidak bisa bergerak banyak.
***
Sayangnya, hasil lomba yang diharapkan ternyata tidak sesuai dengan kenyataan. Lomba Pertolongan Pertama dapat peringkat 11, lomba Cerdas Tangkas peringkat 7, lomba Perawatan Kedaruratan di Rumah peringkat 27 (It's OK, Guys! We'll try harder next time), lomba Arak-arak budaya lumayan dapat peringkat 4, UMB dapat peringkat 5, Pembuatan media PRS peringkat 11, Kampanye siaga bencana peringkat 9, Story Telling peringkat 14. Paling tidak, kita, satu-satunya peserta dari Indonesia Timur bisa masuk 15 besar se-Indonesia. Bangga?

Harapannya sih, semoga PMR Wismu 05-205 Makassar ini bisa kembali ke sana secara rutin. Minimal 2 tahun sekali-lah. Pengalamannya banyak. Kita jadi bisa tahu orang-orang Se-Indonesia proses latihannya bagaimana, bisa sharing pengalaman, dan yang peling penting bisa menjalin silaturrahmi sampai tingkat nasional.

Orang-orang yang kami temui di sana semuanya baik. Mulai dari Pak Hadi di bandara yang dengar sabarnya membantu kami, Pak Topek yang begitu perhatian mengantar kami mencari minibus travel,  Mas Firman yang begitu baik mengantar kami dan masih sempat menanyakan kabar kami waktu pulang, Om Jon penjual es dawet, satu-satunya orang yang memanggil kami Abang (semuanya memanggil kami, "dek", bahkan panitia dan mahasiswa di sana), Mas Ichwan pendamping Jepara yang perhatian banget sama kita, Mumu, Ayuk, dan teman-teman lain dari Jepara yang menyelamatkan dandanan adik-adik kami, komandan Arifah dan Risti, Bang Uchen panitia-panitia paling perhatian, Rere yang tidak kami kenal tapi meminjamkan motor untuk membeli makanan, penjual tahu gejrot yang katanya tahunya pedas tapi masih terlampau manis untuk lidah orang Makassar, penjual rujak krim yang menurut kami rasanya mirip muntahan (entah kenapa si Ocha doyan), Pak Aldi dan Pak Nandi pendampingnya Bandung yang asyik bingit dan lucu kalau diajak ngobrol, Teh Mega yang sudah jadi teman baiknya Rista, pendampingnya Tegal yang ramah. Kalian semua orang-orang yang baik dan kami tidak akan pernah melupakan Kalian :)

Ikut lagi tahun ini? Belum tahu :)

Baca juga postingan Harda: Klik di sini
Baca juga postingan Rista: Klik di sini
Mau liat video perjalanan kami? Klik di sini
Salam, dari kami-kami yang begitu fotogenik

(Foto + Video) Hilang di Semarang
4/ 5
Oleh

4 komentar

  1. Hihihi. Keren. dari PMR bisa jadi jalan-jalan. jarang-jarang cowok jadi PMR loh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ihihi. Iya, banyakan cewek emang kalau PMR.

      Hapus

Halo! Terima kasih sudah meninggalkan komentar. Mohon maaf untuk sementara, komennya saya moderasi dulu ya karena banyaknya komen spam yang masuk.
EmoticonEmoticon