Boncengan Orang Gina

Boncengan Orang Gina

"Izinkan pada postingan kali ini, saya menggunakan kata "Aku" sebagai kata ganti orang pertama"
"Iya, Tyar, Silahkan"
***
Apabila burung unta memang tidak bisa terbang, maka hari itu, hari setelah seluruh ragam macam kuliah sehari itu selesai, maka aku, aku yang biasa kalian sebut-sebut tampan ini, berjanji mengantar Gina ke rumah... Ah, aku malu menyebutnya. Aku mengantar Gina ke rumah pacarnya. Iya. Gina! Ke rumah pacarnya! Pacarnya! Aku ulang sekali lagi biar dramatis: Aku antar Gina ke rumah pacarnya!

"Oh, Gina! Aku mengantar kamu ke rumah pacarmu, untuk menjenguknya yang kata kamu sedang sakit! Aku siapa yang jengukin? Aku siapa yang nganterin?" *KayangDiAtasMotor*

Aku ambillah kemudian motor yang sengaja aku parkir di parkiran, Gina sudah ada di sana, berdiri di sampingku, senyam senyum. Kemudian aku menaiki sepeda motor merek Shogun itu dengan sangat seksi, berharap mahasiswi-mahasiswi di sana kemudian tertarik, kemudian jatuh hati padaku, oh. Indahnya.
Kemudian aku tersadar, di sana cuma ada tukang parkir yang minta bayaran. Ngenes.

"Ayo, Gina! Naik!"
Maksudku meminta Gina naik ke motor supaya aku dengan segera bisa memacu motor itu ke sana, untuk segera menunaikan janjiku padanya. Kemudian, motor melaju meninggalkan kampus yang telah memberikan kami pengajaran hari ini.

Oh iya, aku belum bilang. Gina hari itu sedang hijau. Jilbabnya hijau, bajunya hijau, helm yang di kepalanya juga hijau. Mendukung Makassar Go Green rupanya.

Kalau Aku hendak pulang dari kampus kita yang namanya masih Unhas, maka hari itu Aku dan Gina keluar lewat pintu samping, itu, kalau kalian warga Makassar, akan menyebutnya dengan Pintu II Unhas, dikatakan pintu II karena nama pintu I sudah ada yang pakai. Jadilah kami lewat di depan Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo yang hari itu sedang ramai.

"Gina!" Kataku. Pada Gina. Tentu saja.
"Apa?" Gina menjawab. Pasti karena kupanggil.
"Tadi pagi baca berita?" Aku bertanya dengan suara yang dibikin berat
"Berita apa?" Gina yang masih di belakang ku memajukan kepalanya sedikit
"Tadi malam ada orang gila yang kabur dari Rumah Sakit"
"Wihhh... Masa'?" Gina pensaran
"Iya. Masa' tidak baca? Orang gilanya kabur malam-malam! Itu, lihat sekeliling! Masih rame kan? Itu orang-orang masih pada berjaga-jaga!"
"Kenapa tidak ditangkap?"
"Mau ditangkap bagaimana? Orang gilanya liar! Teriak-teriak sana-sini, orang gilanya teriak, "Orang yang baju hijau harus ditangkap! Orang baju hijau harus ditangkap!", katanya. Bahkan ada ya, dokter yang sempat ditangkap karena bajunya hijau! Bayangkan!"
Entahlah ekspresi Gina waktu itu. Saya tidak bisa melihatnya.
"Masa'? Astaga! Jangan begitu, Tyar. Ada dua hal yang aku takuti: Orang Gila dan ular!"
"Nah! Orang gilanya bawa ular!" Aku bilang.
#KemudianHening

Hingga sepanjang perjalanan yang dekat, pembicaraan kita tidak juga lepas dari orang gila. Sungguh perjalanan yang singkat dan menyenangkan.
"Tyar! Terganggu ndak sama saya yang cerewet? Tergangu tidak?", Gina tanya. Kali ini dia serius.
"Oh, Gina. Aku lebih senang boncengan sama orang yang cerewet. Sehingga dengan begitu di motor yang cuma kita berdua pada diam-diaman. Pada keki. Pada tidak tahu mau ngomong apa"

Akhirnya kami sampailah di sana, di kontrakan pacarnya Gina. Kemudian dia turun. Sebelum masuk ke sana, aku pesan padanya untuk hati-hati di kolong meja, karena katanya, itu orang gila senang ngumpet di sana.

Makassar yang sedang ramai demonstrasi Tolak BBM
29 Maret 2012

Fun Sharing: Bertandang ke Fakultas Hukum Unhas

Saya sedang bermain dengan kawan lama saya, internet ketika SMS dari si Muarif diam-diam masuk ke inbox handphone. Ah, saya jarang dapat SMS, begitu dapat, ternyata dari cowok. Ah, Ya, Allah. Kenapa harus cowok? Dan kenapa harus Muarif? Ah! Akhirnya SMS itu saya baca juga, terpaksa.

Tidak usahlah saya kopikan ke sini isi SMSnya, Kalian itu kadang-kadang kepo,terlalu mau tahu. Pokoknya, isi SMSnya itu, semacam meminta tolong saya untuk bicara ke Alvidha (izinkan setelah ini saya menuliskan namanya dengan "Pida" saja, semoga dengan begitu kalian merasa akrab dengan dia) untuk memintanya menjadi pemateri pada workshopnya di Fakultas Hukum. Oh iya, kalau saya belum cerita, Muarif itu, selain berbadan tinggi dan kulitnya cukup putih untuk ukuran lelaki, dia juga kuliah. Kuliahnya di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

Saya, yang tampan dan juga baik hati ini merasa tidak enak untuk menolak permintaan seperti ini tentu saja mengiyakan. Kemudian, setelah bertemu Pida, saya nyatakan isi hati Muarif itu kemudian padanya, supaya dia tahu dan dia mengerti, kemudian dia mau. Oh, seandainya kalian ada hari itu, saya seperti menjadi mak comblang. Kenapa, Muarif? Kenapa bukan kau saja yang bicara langsung dengannya? Apa itu alasan bagimu saja sebenarnya? Meminta saya bicara dengan Pida, supaya dengan begitu kau jadi punya alasan untuk kirim SMS ke saya, kemudian saya balas, lalu kamu senang? Semoga tidak. Oh, saya masih suka sama perempuan.

Akhirnya pada tiba masanya, mereka berdua saya pertemukan. Muarif datang ditemani lelaki Buton bernama Opu, dan seorang lelaki yang nantinya akan saya kenal bernama Darwin, yang ternyata juga adalah ketua panitia workshop yang bersangkutan. Kemudian saya memberikan mereka momen untuk saling menyatakan keperluan. Dari tangan Darwin yang sebelah kanan, dia serahkan sebuah amplop, sebagai pernyataan permintaan secara resmi. Pida diam, lalu mengiyakan. Mereka semua senang. Senang mereka semua. Alhamdulillah.

Di antara kesenangan yang memang selalu menyenangkan itu, Pida meminta saya menemaninya nanti di sana. Dan oh, Saya mengiyakan. Karena saya baik - dan tampan.

Dan jika kepada Pida, Muarif dan kawan-kawannya sampai perlu mengeluarkan surat, maka tidak begitu pada saya. Muarif, yang juga punya twitter itu, meminta saya juga ikut jadi pembicara, tanpa perlu surat, cukup lewat mention di twitter saja, yang hurufnya tidak pernah lebih dari 140. Oh, Muarif. Pilih kasih kau sekarang.

Maka tibalah masanya, Sabtu akan datang. Hari yang kami sudah janjian untuk ketemu di sana, di Workshop IT Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah (LP2KI) Fakultas Hukum Unhas yang MASYAALLAH, ternyata workshopnya itu suasananya formal. Beda dengan yang saya dan Pida bayangkan. Materi yang kami siapkan pun sangat jauh dari kesan formal, tapi setelah bicara dengan Muarif yang hari itu masih tetap tinggi dan putih, bilang tidak apa-apa. Kami jadi tenang.

Maka kalau kalian adalah salah satu peserta yang ada di sana, kalian akan melihat kami berdua yang sharing soal blog di sana. Pida mengawali sharing dengan mengenalkan blog, pengertiannya, seluk beluk, dan tips-tips ala dia tentu saja. Bagus saja Pida bisa mengawali dengan baik, sehingga tugas saya menjadi lebih gampang - cukup melanjutkan kondisi yang sudah bagus itu.

The Best Part: The Teh Kotak!

Promo MLM, Pak?

Sekilas seperti dua orang hijabers yang habis jual beli jilbab.

Semoga Kalian tidak memperhatikan dan membandingkan tinggi badan keduanya

Greetings from Us Two. Terimakasih, Sekalian Peserta dan Panitia :)

Oh, Sabtu hari itu adalah Sabtu yang indah, yang di sana kami masih diberikan kesempatan untuk berbagi. Untuk saling share pengetahuan, pengalaman, dan motivasi. Untuk panitia dan peserta workshop hari itu, izinkan saya dan Pida mengucapkan terimakasih atas kepercayaan dan perhatian yang sudah teman-teman berikan. Semoga dengan begitu, pengetahuan dan pengalaman kita semua jadi bertambah.

Sampai jumpa di lain kesempatan.
Makassar. Musim Hujan di Maret 2012.

Mendanbo. Menjadi Danbo. Memanusiakan Danbo

Di sini, di tempat yang InsyaAllah mubarakah ini, saya tidak akan membahas panjang lebar soal siapa itu Danbo. Iyah, kalau kalian mau tahu juga, sederhananya Danbo itu ya, semacam boneka, tapi barangkali bukan temannya Barbie. Soalnya temannya Barbie kan Ken? Ah, tapi saya yakin, kalian sudah tahu Danbo itu siapa.

Danbo, yang ekspresinya tidak pernah berubah itu memang sering jadi objek fotografi yang menurut saya yang tidak mengerti fotografi dan susunan saraf pusat ini begitu hidup. Hidup bukan dalam artian bisa berjoget, maksudnya bercerita, bermakna, dan yah, pokoknya begitulah.

Nah, beberapa bulan yang lalu, berawal dari keisengan, saya sama si Fith juga melakukan eksperimen foto sama si Danbo ini, tapi dalam bentuk yang berbeda. Mau tahu? Pakai ini dulu ya! Nanti dingin loh. Ini dia... Oreo Ice Cream Rasa Baru! #eh.
Akhirnya kita membawa Danbo berjalan-jalan ke Benteng Rotterdam, Makassar.

Silahkan di-klik saja. Itupun kalau kalian mau.

















Makassar, Hujan, 05.24 Sore.
Di warnet.