SMS dari Putra yang Menggetarkan Jiwa

SMS dari Putra yang Menggetarkan Jiwa

Oke, Fine! Ini adalah ketiga kalinya saya menerbitkan postingan dengan menyertakan nama Putra di dalamnya.
Bukan, saya tidak sedang jatuh cinta dengannya. Saya bukan lelaki seperti itu! Sama sekali bukan, buktinya saya sangat mencintai pacar saya, Gita Gutawa #ngenes

Tetapi kenapa harus Putra? Apa karena panjangnya?
Sebelum postingan ini dilanjutkan, maka saya ingin menegaskan bahwa postingan ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan UKURAN!

Ini tentang SMS yang dikirimkan Putra tempo malam ke saya, yang saya yakin-seyakin-yakinnya bahwa itu adalah SMS yang nyasar dan salah kirim. Tetapi isinya itu, Kawan. Ah, kalian bacalah sendiri.

Dari: Putra (+6285786xxx)
"Permisi, tolong bawakan air galon ke Pondok Adira kamar 36"

Kepada: Putra (+6285786xxx)
"MAKSUDMU APA PESAN AIR GALON DI SAYA?!"

Oke, Putra! Kalau memang SMS itu adalah SMS yang salah kirim, yang pertama, kenapa harus salah kirim ke saya?! Kedua, kenapa harus air galon?!
Putra, saya bukannya marah. Cuma lain kali kalau mau salah kirim, cobalah salah kirimnya itu yang bagus, kalau tidak bisa bagus, cobalah yang tidak jelek-jelek amat.

Makassar, 29 Ramadhan 2011.
Menunggu buka puasa.

Narsis dengan Huruf-hurufan Pantai Losari


Foto yang terakhir itu, paling susah dikasih kepala Alien. #curhat

Tiar: Nama aselinya saya

Kalau kalian sempat jalan-jalan ke Makassar, sempatkanlah kalian mampir ke sebuah spot bernama Pantai Losari. Diberi nama depan Pantai karena berada di daerah pantai, semoga penjelasan saya ini memberikan pencerahan bagi kalian semua.

Gambar ini diambil oleh Putra, itu nama kawan saya, yang kalau kalian baca postingan sebelumnya yang bertemakan Ikhwal Kuliah Perdana itu, kalian akan tahu bahwa Putra itu memiliki daya tarik sensual yang sangat tinggi di bagian nasale (baca: hidung) dan mentum (baca: dagu) - nya.

Biarkan saya bercerita sedikit saja sebuah ikhwal ketika foto yang dimodeli oleh saya yang kata saya sendiri memiliki perbedaan kecil dengan Christian Sugiono ini. Well, sebenarnya tidak ada kejadian yang menarik untuk diceritakan, kecuali Putra yang terus-terusan tertawa ketika foto-foto di atas diambil yang menjadikan saya harus mengulangi pose-pose keren itu berkali-kali. Sial.

Bonus: Ini Gambar Pantai Losari, Gambarnya saja ya :)

Ikhwal Kuliah Perdana di Prodi Public Relations. Hah!

Tadi pagi jam delapan menjelang lewat lima belas menit, saya sudah siap di kampus. Di kampus saya tentunya, di Unhas. Bukan di ITB karena jauh. Iya, pagi ini saya rajin sekali meskipun sengaja telat karena telah mengambil kesimpulan sepihak bahwa kuliah perdana semester lima ini, pastilah akan terlambat dimulai dan kenyataannya memang serupa itu.

Di sana saya ketemu Putra, bukan putra saya tentunya, itu nama teman saya yang hidung dan dagunya amat istimewa. Dia sudah di sana duluan, rapi dengan kemeja, celana jins, dan sepasang sepatu yang dikenakannya di kaki. Rapi sekali.

Kami kemudian memutuskan untuk naik dulu ke koridor lantai dua, tanpa diskusi kami memutuskan untuk naik lewat tangga, itu memang satu-satunya akses untuk naik ke sana, tidak ada elevator, elevatornya masih di mall. Kami naik dengan harapan yang sama, berharap di sana ada peserta kuliah yang lain, karena kami berdua, yaitu Putra dan saya yang lebih tampan darinya tidak tahu menahu ruangan kuliah dan siapa dosennya.

Tetapi apalah daya, maksud hati memeluk gunung, apa daya gunung tak ada, di sana belum ada peserta kuliah lain, di sana hanya ada mahasiswa baru yang kebanyakan kepalanya gundul karena dicukur atau mungkin juga karena pengaruh puasa, ah biarlah itu menjadi urusan mereka dengan kepalanya sendiri.

Menunggulah kami hingga jam sepuluh, iya, jam sepuluh karena ternyata jadwal mangalami metamorfosa, dari yang seharusnya jam delapan pagi, menjadi jam sepuluh pagi, dua jam. Dua jam yang berikutnya akan menjadi seratus dua puluh menit yang membosankan.

Menjelang pukul sepuluh kami berangkat ke ruang kuliah yang dimaksud, saya memilih duduk di bangku agak tengah, tepat di tengah-tengah Putra dan Ari yang kalau kalian lihat, akan sangat jelas sekali perbedaan tinggi badan kami. Jika Putra dan Ari diibaratkan jari tengah dan telunjuk, maka saya pun tak ubahnya sebuah jari telunjuk, jari telunjuk balita.

Karena takut bangun kesiangan, tadi sehabis sahur saya tidak langsung tidur, saya memilih main video game sambil menunggu datangnya pagi yang selalu datang tepat waktu. Karenanya itu saya agak ngantuk dan memutuskan untuk tidur dulu di bangku belakang, tidak mempedulikan teman-teman peserta kuliah lain yang asyik berfoto-foto keriangan. Sebelum tidur saya berpesan pada Ari untuk membangunkan saya jika dosen telah datang. Ari melaksanakan tugasnya dengan sangat baik. Saya berhasil bangun.

Lihatlah dosen itu baru masuk dan saya baru bangun, ketika berdiri saya langsung diminta dosen untuk menghapus papan tulis, maksudnya menghapus tulisan di papan tulis, bukan menghapus papannya sampai hilang. Saya bahkan belum sampai ke depan papan tulis yang warnanya selalu putih itu, sang dosen yang juga mengajar fotografi semester lalu itu langsung menegur.

"Baru bangun ya? Merah matamu!", sengaja saya tulis begitu supaya kalian tahu itu adalah dialek yang dengan Bahasa Indonesia dengan sedikit dialog Makassar.
"Iya, Pak!", saya jawab dalam hati, yang penting sudah niat.
"Habis begadang ya?!" Sang dosen bertanya lagi.
"Tidak, Pak!" Kali ini saya menjawab.
"Ah, apanya tidak, tali sepatumu saja belum terikat!" Katanya lagi dan jleb.

Saya melihat sepatu yang selalu saya kenakan di kaki itu dan benar saja, ternyata memang belum terikat. Oh, malunya.

Lihatlah saya di sana, mengikat tali sepatu dulu baru kemudian diminta turun oleh dosen, diminta TURUN, bukan karena ketahuan korupsi tapi karena ternyata tulisan yang seharusnya saya hapus tadi ternyata ditulis dengan tinta yang agak ajib, tidak bisa terhapus.
Saya melanjutkan mengikat tali sepatu.

Kuliah dilanjutkan. Dosen menjelaskan, mahasiswa mencatat, dosen sesekali bertanya, mahasiswa menjawab sesekali juga.
Selanjutnya, atmosfer akademik semester lima terasa masuk dari jendela, dari jendela yang bernama ilmu pengetahuan. Dari ventilasi yang juga bernama ilmu pengetahuan. Dan kelas pagi itu terang sekali, dari lampu yang juga bernama ilmu pengetahuan.

Makassar, 22 Ramadhan 2011.
Tidak shalat tarawih.
Halo, Gundala

Halo, Gundala

Halo, Gundala! Apa kabar? Pastilah kamu baik-baik saja sehabis dari Service Center Suzuki kemarin. Iya, maafkan saya baru sempat mengganti kampas rem depan belakangmu, mafhum saja, kau tahu kan aku sibuk belakangan ini, sibuk ini itu, bayar SPP, urus KRS dan embel-embelnya, sibuk beli game baru, dan ah, banyak lagi memang. Semoga kamu tidak marah, dan pastilah kamu memang tidak akan marah karena memang tidak bisa. Kamu kan motor?

Ingat tidak waktu kita ke pusat servis kemarin? Iya, montirnya perhatian sekali sama kamu, segala lampu depanmu yang mati satu yang menyebabkan kau serupa lelaki genit yang main mata, kampas remmu yang berbunyi-bunyi, dan bunyi aneh yang mengganggu dari dalam mesinmu, kata montirnya itu harus di-press, saya juga tidak tahu maksudnya apa, yang pasti bukan di-press laminating karena pastilah susah untuk mengendaraimu nantinya.

Sekarang kau pasti senang, kampas remmu baru, itu biayanya tidak sedikit lo! Hampir seratus ribu! Bayangkan berapa banyak bakwan yang bisa kita beli dengan uang sebanyak itu. Tetapi tak apalah, toh memang usia kampasmu sudah tiga tahun, wajar kalau memang sudah harus diganti.

Nah sekarang problem kembali ke permasalahan mesinmu, itu bunyi "tak tak" dari dalam bagian mesinmu apa sih? Saya juga tidak tahu karena saya bukan montir, saya tahunya kau harus di-press bukan laminating di pusat servis, biayanya delapan puluh ribu rupiah atau setara dengan sekitar tidak tahu berapa poundsterling.

Tenanglah, Gundala. Uang itu, uang delapan puluh ribu itu akan saya usahakan. Uang yang setara dengan 160 buah bakwan itu akan saya minta pada ayah, tanpa kenal lelah.
Tunggu saja, Kawan. Tunggu saja.

Inilah yang Menyebabkan Saya Sibuk

Pijit spoiler ini, jangan malu-malu.

Omen oh Omen

Diharapkan baca doa sulu sebelum pijit!



Dan ya, itu teman saya. Kami berdua gonrong ya? Iya. Gonrong sekali. Dulu sekali waktu kami masih kelas 1 SMA kami tidak segonrong itu, dulu kami sering botak, takut ditokka' (Dicukur paksa, red).
Perkenalkan, ini teman saya, Rahman. Tetapi biasanya dipanggil Omen, itu dikarenakan suatu peristiwa yang ada kaitannya dengan ayam jantan yang namanya sama, sehingga kami, siswa kelas X.1 waktu itu tanpa disetujui oleh KPI memantapkan untuk mengganti nama Rahman dengan nama Omen.

Tapi kok tiba-toba blog ini bahas Omen ya? Jangan-jangan...
Bukan! Kami tidak sedang menjalin hubungan apa-apa!
Itu lebih dikarenakan bahwa hari ini, hari yang InsyaAllah berkah dan cerah ini, adalah hari ulangtahunnya.

Tetapi siapa Omen sebenarnya? Oke, lebih baik kita jangan sebut namanya! Bahaya! Mulai sekarang kita pakai *youknowwho saja, supaya tidak ada sesuatu yang buruk yang terjadi sama kita. Oke, *youknowwho ini teman duduk sebangku saya di kelas 1 di SMA dulu. Hobinya pakai gel rambut Gatsby WG yang menyebabkan rambutnya basah terus, jadi rambutnya memang basah karena gel, bukan karena di sana ada sumur bor #jayus.

Selamat ulangtahun, Bro. Sehat, kuat, hitam, panjang, dan tahan lama selalu.
Kalau ada traktir-traktitan, sudilah kami dipanggil juga.
Burungnya Unta Tidak Bisa Terbang. Sebuah Kajian.

Burungnya Unta Tidak Bisa Terbang. Sebuah Kajian.

Ramadhan 2011. Hujan tidak sedang turun yang berarti hari sedang cerah, burung-burung beterbangan tapi ada juga yang tidak terbang. Terlalu generalis kalau saya tulis semua burung sedang terbang, takutnya ada burung yang akan tersinggung karena tidak bisa terbang, bukan karena tidak ada sayap tetapi karena sedang makan atau beristirahat.

Tetapi burung, memang ada yang tidak bisa terbang, salah satunya burung unta. Tahukah kalian kenapa burung unta tidak bisa terbang? Saya pikir saya tahu. Dan sebagai blogger yang baik hati dan tampan, saya akan berbagi di postingan kali ini. Supaya blog ini berisi juga ilmu yang berguna, berisi ilmu biologi. Biar kalian, kalian yang suka baca blog ini, bisa pintar semua.

Banyak orang, baik awam maupun ahli salah dalam mendefinisikan penyebab burung unta tidak bisa terbang. Sebagian mengutarakan bahwa burung unta tidak bisa terbang karena bentuk morfologi sayapnya yang tidak mumpuni, sebagian lagi berspekulasi dengan ukuran tubuh burung unta yang tidak seperti burung-burung lainnya itu, dan sebagiannya lagi bahkan mendefinisikan dengan relijius, "BECAUSE GOD MADE IT THAT WAY".

Kecuali yang terakhir, semua spekulasi itu KELIRU!
Saya ulangi: KELIRU! Penyebab utama mengapa burung unta tidak bisa terbang sama sekali tidak ada hubungannya dengan bentuk morfologi burung unta. Dari dua belas burung unta yang kami wawancarai, kami menemukan sebuah fakta yang mencengangkan. Ternyata penyebab utama justru datang dari kondisi psikologis burung unta itu sendiri.
Kaget?
Bagus.

Burung unta mengalami krisis kepribadian yang kritis. Semua burung unta, mengalami disorientasi kepribadian yang serius. Iya, mencengangkan memang. Mungkin kalian baru tahu bahwa bukan cuma manusia yang bisa mengalami krisis kepribadian. Wake up, Yo. Burung unta juga bisa.

Benar, masalahnya sebenarnya sangat simpel sekali. Burung unta hanya mengalami kebingungan akan dirinya sendiri. Mereka bingung, sebenarnya mereka itu burung, ataukah unta. Di satu sisi bentuk morfologinya mirip burung, tetapi juga mirip unta yang menyebabkan kebingungan akan jati dirinya. Itu adalah hal yang lumrah terjadi, bahkan kepada manusia dan alien ketika mengalami masa remaja.

Well, mungkin kita harus menunggu waktu saja. Suatu hari nanti burung unta akan menemukan fakta bahwa mereka sebenarnya burung. Hingga saat itu tiba, mungkin saat itulah mereka akan terbang.

Ditulis oleh Tyar, Kriminolog.