Memoar Dokter Gigi

Memoar Dokter Gigi

Padahal saya bukan dokter gigi, bahkan sama sekali bukan dokter, dan yang paling penting, saya bukan gigi. Lalu kenapa saya menulis postingan yang bertajuk memoar dokter gigi? Memangnya tidak boleh saya menulis tentang dokter gigi? Apakah saya pernah melarang dokter gigi menulis kisah tentang saya? Tidak kan? Saya pikir mereka pun tidak keberatan jika saya menulis kisah tentang mereka. Toh, isinya juga InsyaAllah, positif.

“Hey, Tyar! Bukankah dokter gigi itu menakutkan? Kenapa Kau tidak yang sedikit-agak-imut seperti Kisah Peri Gigi?”. Ah, Kawan, dokter gigi itu tidak menakutkan kok. Mereka hanya sedikit menyeramkan. Di balik alat suntik, tang, dan bor giginya, sebenarnya mereka adalah orang yang sangat halus, bertanggungjawab, dan ramah lingkungan.

Dokter gigi, dalam mitologi Yunani dilambangkan dengan rasi bintang skorpio (ngarang abis), tugasnya membenahi gigi para pasien dari yang muda hingga tua, yang perempuan sampai laki-laki, tanpa memandang bulu, karena memang mereka tidak mengurusi bulu, mereka mengurusi gigi, bukan bulu. Sebab, mereka bukan dokter bulu.

Dokter gigi, yang dalam bahasa Inggrisnya ditulis Dentist, dan dalam bahasa Prancis-nya saya tidak tahu, memang benar-benar mulia. Tidak percaya? Lihat saja sendiri ke tempat praktek dokter gigi di dekat rumahmu! Lihat berapa orang pasien yang mengantri di ruang tunggu! Apakah Kau kenal semuanya? Belum tentu juga. Tapi itulah mulia dan luar biasanya, apapun masalah gigi para pasien, gigi yang berlubang-kah, pasang kawat gigi-kah, sampai memasang berlian di gigi, semua dilayani dengan baik, siapapun dia, dikenal atau tidak, tampan atau cantik. Sekali lagi – tanpa pandang bulu. Kuduga mereka benar-benar mengerti prinsip kenetralan.

Dari dokter gigi yang kemarin saya kunjungi, yang tidak kebetulan ternyata alumni Unhas angkatan 2005, saya mempelajari sesuatu yang mungkin akan berguna untuk rekan-rekan Aliens yang hendak menjalani profesi serupa. Percaya atau tidak, kemampuan komunikasi adalah mutlak dipunyai. Bayangkan, hanya dengan komunikasi, seorang dokter gigi dapat membuat pasien relax, sebuah hal yang sangat sulit dilakukan apabila bertemu dokter, dan hanya dengan komunikasi yang baik pula, seorang dokter gigi dapat memperoleh informasi yang akurat dari pasiennya. Dokter gigi yang baik, bukan hanya dokter gigi yang jago dalam hal mempreteli gigi, tapi juga berkemampuan komunikasi yang baik.

Melalui note ini saya hendak mengucapkan terimakasih kepada dokter gigi yang telah menambal gigi saya yang berlubang. Maka dari itu, mari kita doakan kepada saya, semoga gigi-gigi saya semakin sehat dan makmur, semakin kuat, supaya semakin fokus untuk menulis di blog yan keren ini. Dan tentu saja semoga yang turut mendoakan mendapatkan rezeki yang berlimpah dari-Nya. Kita doakan juga kepada dokter gigi yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran, dan lain-lain untuk menangani gigi saya kemarin, serta kepada seluruh dokter gigi di dunia. Dan jangan pelit begitulah, turutlah juga mendoakan kepada saya, semoga saya juga dilimpahi rezeki. Amin. Toh, uang dicetak setiap hari. Pasti cukuplah untuk kita semua.

Billahi taufik wal hidayah – Wassalam.
Memoar Dokter Gigi
4/ 5
Oleh
Add Comments

Halo! Terima kasih sudah meninggalkan komentar. Mohon maaf untuk sementara, komennya saya moderasi dulu ya karena banyaknya komen spam yang masuk.
EmoticonEmoticon